.:: ~PIMPINAN BESERTA SELURUH CIVITAS AKADEMIKA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS NEGERI PADANG MENGUCAPKAN SELAMAT ATAS DILANTIKNYA WAKIL DEKAN 1 Dr.MARWAN, S.Pd, M.Si, WAKIL DEKAN 2 ABROR, SE, ME, Ph.D DAN WAKIL DIREKTUR 2 SEKOLAH VOKASI UNP Dr. RAMEL YANUARTA RE, SE, MSM DAN DILANTIKNYA KEPALA DEPARTEMEN DAN KOORDINATOR PROGRAM STUDI~ TERIMAKASIH KEPADA Dr.YULHENDRI, S.Pd, M.Pd ATAS PENGABDIAN SEBAGAI WAKIL DEKAN 3 ( 2016-2023 )~DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA KE - 78 "TERUS MELAJU UNTUK INDONESIA MAJU" ~ SELAMAT DATANG MAHASISWA BARU FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS TAHUN 2023 ~ FAKULTAS EKONOMI REASMI BERUBAH NAMA MENAJDI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS, SEMUA INFORMASI PERKULIAHAN AKAN SELALU UPDATE PADA WEBSITE RESMI::.                                                                  

Menjangkau Yang Tak Terjangkau

“…jika kami sekolahkan anak, dia harus belajar selama 12 tahun untuk dapat ijazah SMU, baru kemudian bisa cari kerja dan dapat uang. Jika saya suruh anak saya sekarang ke laut, uangnya bisa dapat nanti sore….”

Demikianlah sepenggal pembicaraan saya dengan beberapa orang nelayan di Pulau Jemaja. Pulau ini merupakan salah satu pulau kecil bagian dari Kepulauan Anambas yang terserak di wilayah terluar Indonesia di Laut China Selatan. Untuk mencapai pulau ini dari Batam, harus menaiki pesawat Foker yang hanya berkapasitas 50 orang, mendarat di bandara perintis di Pulau Palmatak, dan menyambung naik speed boat dengan transit di tiga pulau lagi. Pulau Palmatak, Pulau Air Asuk, Pulau Tarempak, dan akhirnya sampai di Pulau Jemaja.

Perekonomian masyarakat di daerah ini pada dasarnya bersandar pada tiga aktifitas saja. Jika tidak ke laut mencari ikan, maka berdagang ikan di pasar, dan jika ada ijazah SMU/MK maka jadi buruh PT. Conoco Phillips, sebuah perusahaan pertambangan minyak bumi.

Maka wajar saja jika masyarakat di pulau-pulau terluar ini skeptis terhadap pentingnya pendidikan. Menurut Kepala Dinas Pendidikan Kab. Kepulauan Anambas, masyarakat terutama para generasi mudanya belum pernah melihat atau membuktikan adanya sosok atau figur putera daerah yang berhasil mengubah nasibnya melalui pendidikan yang tinggi, sehingga bisa dijadikan panutan.

Oleh karena itu jangan heran jika semangat belajar anak-anak di kepulauan ini sangat rendah. Jangankan anak-anaknya, orangtuanya saja tidak bersemangat menyekolahkan anaknya. Sekolah hanya dipandang sebagai sebuah tempat untuk mendapatkan ijazah. Dan proses mendapatkan ijazah tersebut lama sekali. Dan setelah dapat ijazah, paling-paling hanya menjadi buruh di perusahaan minyak. Sementara yang berprofesi sebagai PNS atau pemilik usaha besar, rata-rata adalah orang-orang dari Batam atau Riau.

Perhatian pemerintah pusat bukannya tidak ada. Bantuan sarana dan prasarana sudah sangat bagus sekali. Bahkan jauh lebih hebat daripada di Kota Padang. Gedungnya bagus-bagus. Buku di perpustakaan lengkap dan selalu baru. Siswa belajar menggunakan meja dan kursi dari plastik berwarna-warni yang bisa dilipat. Bahkan SD sudah punya labor komputer lengkap. Bahkan di sinilah pertama kali saya menemukan whiteboard yang dilengkapi fitur seperti komputer. Artinya, dari segi sarana dan prasarana sudah melimpah.

Bisa jadi karena posisinya yang berada di daerah yang sangat terluar sehingga sering menjadi pembahasan dalam rapat-rapat di Kemendikbud, maka perhatian terhadap sarana dan prasarana pada daerah ini sangat tinggi. Namun kemudian terbukti bahwa perhatian pemerintah dengan sekedar memberikan bantuan fisik ternyata tidak cukup. Masalah yang terjadi adalah pada mindset masyarakat.